Jumat, 13 Mei 2011

Mycoplasma gallisepticum

Mycoplasma merupakan mikroorganisme prokariot terkecil, yaitu mikroorganisme yang tidak memiliki membran inti sel. Ada yang berpendapat bahwa Mycoplasma dapat dimasukkan dalam kelompok bakteri Gram negatif karena tidak adanya membran inti sel ini, namun ada pula yang berpendapat Mycoplasma dikelompokkan tersendiri. Namun kepekaan Mycoplasma terhadap antibiotik berbeda dengan bakteri Gram negatif
Mycoplasma dapat menginfeksi seluruh jenis hewan. Di unggas, mikrooganisme ini sering menginfeksi saluran respirasi (pernapasan), terutama kantung hawa. Diantara lain Terdapat dua Mycoplasma yang menyerang unggas yaitu Mycoplasma gallisepticum (penyebab CRD) dan M. gallinarum. Ayam yang sembuh dari serangan Mycoplasma akan bersifat carrier (pembawa, red)
Mycoplasmosis yang disebabkan oleh Mycoplasma gallinarum telah menyebar hampir diseluruh dunia terutama di negeri Belanda, Jerman, Perancis, Inggris, Swiss, Canada, Mesir, Australia, Brazilia, Filipina, India dan Jepang.
Di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Richey dan Dirdjosoebroto dengan survey serologis pada tahun 1965. Dari survei ini ditemukan reaktor Mycoplasma gallinarum diberbagai daerah. Di Indonesia Mycoplasma gallinarum sudah berasil diisolasi dari anak ayam ras petelur di BPPH Medan.
Puernomo (1980) mengatakan di Indonesia Mycoplasmosis telah tersebar hampir disemua daerah. Hal ini telah dibuktikan secara serologis maupun bakteriologis. Sedangkan hasil survey serologis selain ayam ras juga ditemukan penyaktit ini pada ayam kampung. Diberbagai daerah khususnya di Aceh pemeliharaan unggas masih banyak yang menggunakan sistem pemeliharaan tradisional tanpa memperhatikan faktor-faktor berjangkitnya suatu penyakit.
Kondisi pemeliharaan ternak yang demikian akan memudahkan penyebaran Mycoplasma gallinarum pada suatu populasi unggas. Pengengalian dapat dilakukan dengan cara memisahkan semua ayam carier, control suhu, kelembaban dan heat indeks. Ini penting berkaitan dengan manajemen buka tutup tirai.

Klasifikasi Mycoplasma gallinarum
Kingdom         Bacteria
Phylum 
           Tenericutes atau Firmicutes
Class 
               Mollicutes
Order 
              Mycoplasmatales
Family
             Mycoplasmataceae
Genus 
             : Mycoplasma
Spesies            Mycoplasma gallinarum

Delephane dan stuart pada tahun 1943 adalah orang pertama memberi nama penyakit pernafasan dengan nama Mycoplasmosis atau Chronic Respiratory Desease (CRD). Mereka telah dapat mengisolasi penyebab penyakit ini pada telur ayam berembio.
Umumnya ayam-ayam yang terinfeksi Mycoplasma gallinarum mudah mengalami infeksi sekunder oleh Escherichia coli, Haemophilus gallinarum, virus Newcastle desease dan Virus Bronchitis infektiosa. Dengan demikian mudah terjadi komplikasi kantong hawa yang parah.
Selanjutnya poernomo (1978) menjelaskan, Escherichia coli tidak mudah menginfeksi kantong hawa, jika tidak lebih dahulu diserang oleh Mycoplasmosis ayam-ayam yang sembuh dari infeksi Mycoplasma gallinarum kebanyakan carier sehingga dapat menularkan penyakit ini pada ayam-ayam yang lain.
Mycoplasmosis atau Cronic Respiratory Disease (CRD) merupakan suatu penyakit saluran pernafasan menular pada ayam yang disebabkan oleh Mycoplasma gallinarum. Penyakit ini bersifat akut pada ayam-ayam muda sedangkan pada ayam dewasa bersifat laten dan kronis. Panyakit Mycoplasmosis yang disebabkan oleh Mycoplasma gallinarum ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar.
Kerugian yang ditimbulkannya antara lain pertumbuhan yang lambat, daya tetas dan produksi telur menurun serta biaya pengobatan yang mahal. Selain itu ayam-ayam yang menderita Mycopasmosis mudah mengalami infeksi sekunder terutama oleh Escherichia coli, Bronchitis infectiosa dan Newcastle deasese akan memperhebat penyakit dan kematian. Ayam-ayam yang sembuh dari penyaktit ini dapat menjadi carier dalam waktu yang lama sehingga merupakan sumber penularan bagi ayam-ayam yang lain.

Morfologi dan identifikasi
Ciri-ciri organisme Mycoplasma tidak dapat dipelajari dengan metode bakteriologi biasa karena ukuran koloninya kecil, sifat plastisnya serta kelembutan selnya (karena tidak memiliki dinding sel yang kaku/keras), dan ketiadaan warna ketika diberikan perlakuan perwarnaan anline.
Morfologinya berbeda-beda sesuai dengan metode pengujian (seperti pengujian dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap, immune fluorescen, pewarnaan Giemsa pada media padat atau cair, fiksasi agar). Pertumbuhan pada media cair menghasilkan bentuk yang berbeda-beda, termasuk cincin, basilerr, spiral filament dan granul. Pertumbuhan pada media padat secara prinsip membentuk massa dengan protoplasma yang plastis dengan bentuk yang tidak jelas hingga mudah didistorsi. Struktur-struktur ini sangat bervariasi ukuran diameternya, yang berkisar antara 50 hingga 300 mm

Pertumbuhan koloni Mycoplasma gallinarum agak lambat berkisar 4-7 hari, pada suhu 370 C dengan PH 7,8, namum pewarnaan Giemsa dari sedimen yang disentrifugasi memperlihatkan karakteristik Mycoplasma gallinarum berbentuk pleomorfik dan subkultur pada media padat menghasilkan koloni-koloni cocoid dengan ukuran 0,25-0,50 mikron, bersifat Gram negatif. Bentuk koloninya jernih dengan yang menebal dibagian tengahnya dan kalau dilihat dibawah mikroskop menyerupai bentuk-bentuk mata sapi, organisme ini dapat hidup secara aerob dan gakultatif anaerob (anonimus, 1980).
Mycoplasma gallinarum mampu memfermentasi glukosa, organisme ini juga mampu menghemadsorbsi butir eritrosit ayam. Untuk menentukan spesies-spesies Mycoplasma dapat diidentifikasikan dengan cara biokimia dan serologi. Antigen CF dari Mycoplasma adalah glikolipid. Antigen untuk tes ELISA adalah protein. Beberapa spesiel mempunyai lebih dari 1 serotipe.
Mycoplasma gallinarum dapat dibiakkan pada telur ayam berembrio, biakan sel dan mediumbuatan (medium padat dan cair)yang mengandung kadar protein tinggi. Protein yang biasa digunakan adalah serum kuda atau serum babi sekitar 15-20 % yang dibubuhkan pada medium.
Mycoplasma gallinarum dapat hidup pada feses ayam selama 1-3 hari pada suhu 200 0C, pada kuning telur selama 18 minggu dengan suhu 30 oC atau 6 minggu pada suhu 20C. kuman ini tetap efektif pada chorio allantois selama 4 hari pada suhu 37C. Mycoplasma gallinarum tetap hidup dalam kaldu biakan selama 2-4 tahun jika disimpan pada suhu 300 0C.

Patogenesis
Mycoplasma gallinarum patogen memilliki bentuk seperti botol atau filament serta memiliki kutup (polartip) yang special, yang menghubungkan secara adhesi dengan sel inangnya. Struktur ini merupakan kelompok yang kompleks dari protein interaktif, adhesin dan protein ini kaya akan proline yang mempengaruhi pembungkusan dan penyatuan protein-protein dimana hal itu penting untuk proses adhesi terhadap sel. Mycoplasma gallinarum menempel pada permukaan sel yang bersilia dan yang non silia melalui sel mukosa juga dan glikolipid sulfa. Beberapa Mycoplasma kekurangan struktur tip yang khusus, namun dapat menggunakan protein adhesinnya atau memiliki mekanisme alternatif untuk menempel pada inangnya.kejadian lanjut dari infeksi kurang diketahui dengan baik, tetapi ada beberapa faktor yang dapat diketahui yaitu; sitotoksisitas langsung melalui pembentukan hidrogen peroksida dan superoksida radikal, terjadi sitolisis yang dihubungkan oleh reaksi antigen antibodi.

Epidemiologi
Penyakit ini dapat menyerang semua jenis ayam, baik ayam kampung, ayam petelur, dan ayam pedaging. Penyakit berjalan akut dan kadang-kadang kronis, dengan masa inkubasi 1-3 hari. Pada sekelompok ayam penyakit ini dapat berlangsung antara 1-3 bulan. Angka kematian umumnya rendah, yaitu antara 1-5% walaupun ada laporan sampai 30%, tetapi angka kesakitan dapat mencapai 80-100%.
Penyebaran penyakit ini hampir ditemukan diseluruh dunia, terutama di daerah yang beriklim tropis, wabah penyakit sering terjadi pada musim peralihan dari penghujan ke musim kemarau atau sebaliknya. Ayam yang sembuh dari sakit tahan terhadap feinfeksi sekuran-kurangnya untuk satu tahun.
Penularan penyakit dapat terjadi melalui kontak langsung dengan ayam sakit atau ayam karier, tetapi dapat pula terjadi secara tidak langsung melalui air minum, pakan, dan peralatan yang terkontaminasi (Blackall et al, 1997). Infeksius Mycoplasma gallinarum dapat menyerang ayam semua umur, tetapi yang paling peka adalah ayam umur 18-23 minggu atau menjelang bertelur. Jika terinfeksi, kelompok ayam ini akan sangat terlambat berproduksinya. Pada ayam yang sedang bertelur, penurunan produksi dapat mencapai 10-40%, sedangkan pada ayam dara pengafkirannya (culling rate) dapat mencapai 20%.
Sampai sejauh ini belum pernah dilakukan survey atau penelitian mengenai epidemiologi infeksius CRD pada ayam di Indonesia secara lengkap dan terarah. Informasi yang dimaksud terbatas hanya pada data yang diambil sebagai pelengkap atau pendukung dalam rangka penelitian lain. Walaupun demikian data yang ada ini setidaknya dapat memberikan informasi yang berguna.
Seperti yang telah diuraikan terdahulu bahwa infeksius Cronic Respiratory Disease di Indonesia menyerang berbagai jenis ayam, seperti ayam kampong, ayam ras petelur, dan ayam ras pedaging. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survey di kabupaten Bogor, Tanggerang, Sukabumi, Bekasi, dan Cianjur diketahui bahwa dalam satu flok ayam petelur, angka kesatikan berkisar antara 30-40% dengan penurunan produksi telur antara 10—50 %, dan perjalanan penyakit berkisar antara 1-3 minggu. Setelah ayam-ayam tersebut sembuh dari sakit, produksi telur akan kemmbali normal (recovery) dalam waktu + 1 bulan.
Angka kesakitan seperti yang dilaporkan diatas, lebih rendah daripada angka kesakitan yang dilaporkan dalam penelitian sebelumnya yang berkisar antara 80-100% (Gordon dan Jordan, et al, 1982). Perbedaan ini kemungkinan karena sekarang ini para peternak dilapangan telah melakukan program faksinasi secara teratur. Baik terhadap penyakit infeksius akibat Mycoplasma gallinarum maupun untuk penyakit lain.

Gejala Klinis
Gejala-gejala klinis dari penyakit ini ditandai dengan keluarnya eksudat dari hidung yang mula-mula berwarna kuning dan encer (sereous), tetapi lama-lama berubah menjadi kental dan bernanah dengan bau yang khas (mukopurulent). Bagian paruh disekitar hidung kotor atau berkerak oleh sisa pakan yang menempel pada eksudat. Sinus infraorbitalis membengkak, yang ditandai dengan pembengkakan sekitar mata dan muka. Kadang-kadang suara ngorok terdengar dan ayam penderita agak sulit bernafas. Penurunan nafsu makan dan diare sering terjadi, sehingga pertumbuhan ayam menjadi terhambat dan kerdil.
Pencegahan
Salah satu yang lazim dilakukan 10 hari pertama ayam masuk adalah vaksinasi pertama. Vaksinasi sebagai bagian penting dari manajemen pemeliharaan ayam menentukan pertahanan tubuh ayam. Penanganan (handling) ayam pada saat vaksin pertama (kill dan live) berdampak besar terhadap reaction post vaccinal (RPV) gangguan system pernafasan. Hal ini terkait dengan perkembangan organ pernafasan yang tak seimbang.
Setelah vaksinasi NDIB dihari pertama sering terjadi gangguan pernafasan ayam. Normalnya vaksin live yang target organnya di saluran pernafasan akan memberikan reaksi seperti itu, hal itu normal sebagai reaksi tubuh ayam terhadap vaksin (benda asing). Tetapi dengan derajat yang tidak parah.
RPV vaksin adalah virus yang dilemahkan dan akan segera menginfeksi, mereplikasi di tubuh hospes dan akhirnya menyebar ke seluruh tubuh viremia (masuk aliran darah) sampai terbentuk memori sel. Pemulihan dari munculnya klinis gangguan pernafasan kurang lebih tiga sampai 4 hari. Lebih dari itu harus diwaspadai adanya infeksi lain di saluran pernafasan.
Derajat keparahan RVP di pengaruhi beberapa faktor, antara lain:
1. Kondisi DOC yang kurang sehat atau bobot dibawah standar akan memberikan derajad RPV lebih tinggi daripada yang normal.
2. Infeksi Mycoplasma gallinarum (MG) baik pada DOC maupun ayam yang sudah dipelihara di kandang.
3. Strain vaksin yang digunakan misalnya vaksinn ND dari strain Ulster, Hitchner B1, Clone, dan Lasota. Derajad RPV akan semakin besar dari Ulster Lasota.
4. Keadaan maternal antibody, DOC dengan maternal antibodi yang tinggi akan memberikan derajad RPV lebih ringan. Karena factor netralisasi virus vaksin oleh antibodi.

Pengobatan
Banyak strain Mycoplasma seperrti juga Mycoplasma gallinarum resisten terhadap cephalosporin dan Vancomisin. Antibiotic yang sensitive diberikan adalah Penicillin, termasuk bakterisidal yang berarti mempunyai kemampuan untuk membunuh bakteri, daya bakterisidal berbeda dengan bakteriostatik karena prosesnya hanya berjalan searah, yaitu bakteri yang telah mati ini tidak dapat berkembang biak kembali meskipun bahan bakterisidalnya dihilangkan.


indentifikasi jamur

KASUS II
Sampel : Bulu ayam DOC
A.  ANAMNESA
Nama pemilik                               : Anwar Sadat
Jenis hewan                                  : Ayam Arab (Gallus turcicus)
Umur                                            : 5 Hari
Kelamin                                        :  Betina
Alamat Pasien                              : Tungkop
Status Gizi                                   : Sangat buruk
Gejala klinis                                 : Bulu kusam.mata berair,diare, kurus.
Tanggal pengambilan sampel       : 11 Maret 2011


B.        DIAGNOSA LABORATORIUM

a.      Teknik pengambilan sampel
     Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil bulu ayam DOC lalu dimasukkan kedalam tabung yang berisi Pepton. Pepton dimasukkan ke dalam termos yang berisi es. Selanjutnya sampel dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala.



b.      Teknik pembiakan jamur
Untuk media pertumbuhannya dipakai SDA dengan Gentamycin sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dengan demikian diharapkan hanya jamur yang tumbuh pada media tersebut. Sampel yang di koleksi dari pepton diulaskan secara merata pada permukaan SDA dengan menggunakan swab steril. Kemudian dibungkus dengan plastic guna menghindari kntaminasi dari mikroorganisme lainnya. Diamati pertumbuhannya selama tujuh hari.

c.       Teknik pembuatan slide culture
Disiapkan sebuh Petridis, dipotong sebanyak dua buah pipet yang sama panjangnya. Setelah itu letakkan objek glass diatas kedua potongan pipet dan kemudian diletakkan potong agar sebesar 1 cm dan ditutup dengan cover glass diatas potongan agar tersebut. Diambil koloni jamur melalui ose lalu digoreskan pada sisi potongan agar. Diletakkan dalam Petridis kapas yang telah dibasahi dengan air. Dieramkan pada suhu kamar selama 48 jam.

d.      Pemeriksaan Biakan
1.      Diamati koloni fungi dengan melihat penampilan, warna koloni, tampak atas, tampak bawah.
2.      Diamati  culture slide dibawah mikroskop Pada Sabouraud’s Dextrose Agar yang ditempatkan pada suhu kamar.


C. HASIL PENGAMATAN
a.          Penanaman pada Sabaroud Dextrose Agar (SDA)
Hasil pengamatan:
Pada media biakan SDA koloni baru terbentuk pada hari ke-5. Setelah penanaman terlihat koloni berwarna krem keputihan dan permukaannya mengkilap seperti ragi, menghasilkan bau yang menyengat, dan pinggirannya rata.

Pembahasan:
      SDA adalah media sintetik yang diciptakan oleh Raymond Saboroud. SDA mengandung dektrosa, pepton dan bahan agar (dengan kadar gula relatif tinggi dan pH rendah). Media ini terbukti sangat baik untuk pembiakan jamur secara umum (Anonimus,2004).

b.      Penanaman pada Slide Culture
Hasil pengamatan:
Pengamatan Slide Culture terihat jamur yang tumbuh berwarna putih melekat pada sisi slide. Pada pmeriksaan mikroskopis tampak sel ragi (blastofora) dengan bentuk oval bertunas yang tumbuh dengan pengumpulan yang rapat, sangat banyak serta berwarna putih transparan. Dibawah mikroskop terlihat jamur dengan gambar seperti dibawah ini :




Gambar 11. Morfologi Candida sp. (40x100) + Digital Zoom
                                    Pada bulu ayam DOC

Keterangan :
1.      Pseudohifa
2.      Blastospora
Pembahasan:
            Berdasarkan pengamatan morfologi jamur di bawah mikroskop, terlihat jamur berbentuk oval, bulat dan silindris, mempunyai pseudohifa dan blastospora. Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat didiagnosa bahwa jamur yang diperiksa adalah Candida sp. Jamur yang diamati masih belum tumbuh sempurna, sehingga kunci identifikasi yang digunakan adalah bentuk khas blastosfora yang teramati.

c.       Pewarnaan Gram
Hasil pengamatan:
            Hasil pewarnaan Gram menunjukkan sel ragi (blastosfora) yang berbentuk oval dengan dominasi warna ungu.











Gambar      Hasil pengamatan pewarnaan Gram
Pembahasan:
            Pewarnaan gentian Violet yang berasal dari modifikasi pewarnaan Gram oleh Hucker. Semua jamur adalah Gram positif dikarenakan memiliki dinding sel terbuat dari kitin yang menghambat pencucian zat warna Gentian Violet oleh alkohol. Pewarnaan ini ditujukan untuk mengamati bentuk jamur agar terlihat lebih jelas (larone, 1975). 

D.       DIAGNOSA
            Dari hasil pengamatan terhadap uji yang dilakukan, diperolah hasil bahwa jamur ini memiliki morfologi jamur berbentuk oval, bulat dan silindris, mempunyai pseudohifa dan blastospora. koloni berwarna krem keputihan dan permukaannya mengkilap seperti ragi, menghasilkan bau yang menyengat, dan pinggirannya rata. Sehingga dapat diidentifikasikan bahwa jamur tersebut adalah Candida sp.

E.     DIFFERENSIAL DIAGNOSA
Cryptococcus sp, Saccharomyces dan Mucor sp.

F.     KESIMPULAN
               Dari hasil pengamatan di bawah mikroskop, secara morfologi jamur tersebut berbentuk uniseluler, memiliki pseudohifa dan blastospora, dan dapat disimpulkan bahwa jamur yang diperiksa merupakan golongan Candida sp.
PEMBAHASAN KASUS

Penyebab
            Kandidiasis merupakan suatu penyakit infeksi pada saluran pencernaan, terutama tembolok dan kadang-kadang pada rongga mulut, esophagus dan proventrikulus. Kandidiasis yang disebabkan oleh Candida sp, merupakan yeast (ragi) dan tergolong famili fungi (jamur). Jamur ini dapat tumbuh pada media Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA) dan menghasilkan koloni yang berbentuk konveks, berwarna kekuning-kuningan atau putih mengkilat dan mempunyai bau yang mirip dengan soda kue. Pada slide culture dapat ditemukan adanya hifa dan kadang-kadang klamidiaspora yang merupakan sel berbentuk bulat, membengkok dan mempunyai membran yang tebal. genus Candida terdiri dari 80 spesies, yang paling pathogen adalah C.albicans, diikuti berturut-turut dengan C.stellatoidea, C.tropical, C.parapsilosis (Brown dan Burns, 2005).
               Jamur Candida adalah sel tunggal yang berbentuk bulat sampai oval, dan memperbanyak diri dengan cara membentuk tunas (budding cell) yang disebut blastospora. Blastospora akan memanjang dan saling berhubung membentuk hifa semu atau pseudohifa. Candida albicans dianggap jenis paling pathogen dan paling banyak menimbulkan penyakit (Haryono Winarto, 2004).
Penyakit ini dapat ditemukan pada berbagai jenis unggas pada semua umur, terutama ayam, kalkun, burung merpati, burung merak, burung puyuh, dan angsa. Candida selalu ditemukan dalam saluran pencernaan gastrointestinal manusia dan hewan,. Penularan dapat terjadi dari individu ke individu dalam beberapa hal tertentu, termasuk pada manusia, misalnya kontak melalui hubungan kelamin atau penularan anak yang baru lahir dari vagina induknya. Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi melalui kontaminasi tinja, pada daging di rumah potong hewan. Demikian pula kontaminasi tinja pada pakan dipastikan merupakan cara penyebaran kandidiasis pada hewan yang sekandang (Pramono, 1988).

Epidemiologi
            Penyakit ini dapat menular melalui oral karena mengkonsumsi pakan atau air minum atau kontak langsung dengan lingkungan yang tercemar oleh jamur tersebut. Penyakit ini dapat menular dengan mudah melalui tempat minum yang kotor dan tercemar oleh Candida sp (Tabbu, 2000).

Gejala Klinis
            Gejala utama candidiasis pada usus akut ialah diare, tinja lembek hingg cair, biasanya tanpa lendir dan berdarah. Pada banyak keadaan, timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan adanya predisposisi pada penderita yang mempermudah timbulnya penyakit tersebut (Suprihatin, 1983).
            Browns dan Bruns (2005) menyebutkan salah satu infeksi pada lipatan kulit biasanya menyebabkan ruam kemerahan yang seringkali disertai adanya bercak-bercak yang mengeluarkan sejumlah kecil cairan berwarna keputihan yang menimbulkan gatal-gatal dan rasa panas, seperti pada anus tampak kasar, berwarna merah atau putih dan terasa gatal.

Patogenisis
            Kandidiasis biasanya menyerang saluran pencernaan bagian atas dan sering berperan sebagai penyakit sekunder. Secara normal jamur ini ada pada saluran pencernaan, dan bila kondisi badan turun, maka C. albicans akan tumbuh pada selaput lendir dan menimbulkan lesi yang ditandai dengan penebalan berwarna keputihan pada mukosa dan kadang-kadang pada rongga mulut, esofagus, dan ventrikulus. Penyebab kandidiasis umumnya adalah tingkat higienis dan sanitasi yang tidak memadai, penggunaan antibiotik yang berlebihan, penurunan kondisi tubuh akibat strers. Dan defisiensi nutrisi imunitas terhadap Candida ditentukan oleh keberhasilan sel limfosit T dan makrofag dalam menghancurkan sel Candida.
            Infeksi  Candidiasis dapat terjadi atau menginfeksi hospes bila ada faktor predisposisi misalnya faktor endogen terdiri dari umur , imunologik, dan perubahan fisiologik dan faktor eksogen terdiri dari iklim, panas, kelembaban. Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi adalah adhesi, perubahan dari bentuk khamir ke bentuk filamen dan produksi enzim ektraselular (Naglik et al., 2004).
            Tahap pertama dalam proses infeksi ke tubuh hewan atau manusia adalah perlekatan (adhesi). Kemampuan melekat pada sel inang merupakan tahap penting dalam kolonisasi dan penyerangan (invasi) ke sel inang. Bagian pertama dari Candida sp yang berinteraksi dengan sel inang adalah dinding sel. Mekanisme perlekatan sendiri sangat dipengaruhi oleh keadaan sel tempat dinding sel Candida sp melekat (misalnya sel epitelium), mekanisme invasi ke dalam mukosa dan sel epitelium serta reaksi adhesi tertentu yang mempengaruhi kolonisasi dan patogenitas Candida sp (Kennedy, 1990)

Bahaya yang Ditimbulkan/ Kerugian Secara Ekonomis
            Pramono (1988) mengatakan bahwa hewan-hewan yang sakit akan terinfeksi secara fatal dalam waktu 24 jam apabila didekatkan dengan kelompok yang sakit. Sedangkan Hastiono (2003) mengatakan bahwa pada unggas yang kondisi sanitasi kandangnya buruk, penyakit ini secara ekonomis penting dan berada pada tingkat kedua setelah aspergillosis. Organ yang terinfeksi ialah saluran pencernaan bagian atas terutama adalah tembolok yang menyebabkan kematian sehingga merugikan dari segi ekonomi.

Pencegahan
            Infeksi Candida sp erat hubungannya dengan berbagai aspek manajemen yang tidak optimal, misalnya kondisi higienis atau sanitasi yang tidak memadai, penggunaan antibiotika yang berlebihan, dan tingkat kepadatan kandang yang tinggi maka pengendalian candidiasis terutama ditujukan untuk menghilangkan berbagai faktor pendukung trsebut.
            Ayam yang terinfeksi hendaklah dipisahkan dari ayam lain yang sehat. Kandang dan lingkungannya dapat didesinfeksi dengan larutan 2% formaldehida atau larutan 1% NaOH selama 1 jam.


Terapi
            Penyakit ini dapat diobati dengan pemberian nistatin melalui pakan dengan dosis 142 mg/ kg pakan selama 4 minggu, dapat juga dilakukan dengan pemberian CuSO4 melalui air minum dengan dosis 1:2000 selama penyakit tersebut berlangsung.